Seribu Ilmu: Opini Kebudayaan
News Update
Loading...
Showing posts with label Opini Kebudayaan. Show all posts
Showing posts with label Opini Kebudayaan. Show all posts

Saturday, January 11, 2020

Apa yang salah dari budaya patriarki ?

Apa yang salah dari budaya patriarki ?



Ditulis Oleh : Ester Melati


Saya berasal dari keluarga suku Batak yang notabenenya menjalankan sistem patriaki. Di dalam suku Batak, laki-lakilah yang menjadi paling dirasa penting, soalnya laki-laki pembawa marga. Dan jika dalam 1 keluarga Batak tidak ada anak laki-laki, artinya marga di keluarga itu berhenti di ayahnya, karena anak perempuannya tidak bisa membawa marga kepada keturunan berikutnya, hilanglah 'pride'. Demi keberlangsungan keturunan marga yang hanya bisa dibawa oleh anak laki-laki saja, maka anak laki-laki di suku Batak lebih penting, lebih spesial, lebih diutamakan dari pada anak perempuan, padahal keduanya adalah sama-sama anak statusnya.

Saya mengalaminya. Saya anak perempuan dan anak pertama. Saya memiliki adik laki-laki dan kami berjarak 6 tahun. Orang tua saya bercerita bahwa ayah saya berharap yang lahir pertama kali adalah anak laki-laki, namun lahirlah perempuan. Saya yang tau cerita itu setelah mengerti berpikir kritis, mulai merasa "memangnya kenapa kalau bukan laki-laki?" Tapi tidak pernah sampai protes langsung walaupun kecewa.

Di dalam budaya Batak yang menganut patriaki juga meniadakan suara perempuan. Mengapa? Kalau dalam adat Batak berlangsung, kaum perempuan harus menjadi 'parhobas' atau pelayan yang bertugas di dapur menyiapkan santapan, bersih-bersih dan tidak diharapkan untuk ikut bersuara dengan saudara laki-lakinya. Ini menyedihkan. Ini terjadi di adat kematian nenek saya. Ada 7 bersaudara, 4 laki-laki termasuk ayah saya, 3 perempuan yaitu 'bou' atau tante saya. Bou-bou saya ini semua di dapur, mengurusi makanan jamuan, teh, dll untuk dihidangkan kepada tamu yang datang berkabung dsb, sementara semua saudara laki-lakinya di depan tampil. Begitu pula dengan adat pernikahan, hanya laki-laki yang bersuara, memberikan ucapan selamat, petuah, dll.

Bagaimana dengan warisan? Jangan ditanya. Anak laki-laki selalu mendapat jatah warisan lebih besar dari pada anak perempuan. Meskipun orang tua saya tidak akan melakukan warisan dan saya melarang mereka untuk memberikan warisan, saya tetap tidak setuju dengan cara pembagian warisan terhadap anak dengan skema berdasarkan gender, seakan-akan secara implisit mengatakan orang tua lebih sayang kepada anak laki-laki ketimbang anak perempuan.
Belum lagi skema penamaan 'opung' atau kakek nenek. Ibu saya adalah anak pertama dari 7 bersaudara. Anak keduanya adalah laki-laki. Ketika saya lahir, maka otomatis opung saya dipanggil dengan nama Opung Ester. Sampailah kepada kelahiran anak paman saya, Abram. Maka sejak saat itu, Opung Ester berubah menjadi Opung Abram. Mengapa demikian? Karena di suku Batak, keturunan laki-lakilah yang diperhitungkan. Saat terjadi perubahan itu saya juga merasakan ketidakadilan, walaupun sebenarnya tidak berefek apa-apa juga. Opung saya tetaplah opung saya, tidak ada yang bisa merubah fakta itu.

Sekali lagi, patriaki sudah sering kali menyakiti, mengecewakan perempuan atas pilih kasih, pride, dsb. Kalau orang-orang yang hidup di zaman ini bisa bersuara di dalam keluarga patriaki, kamu luar biasa.

Disclaimer: Saya tidak menyesal atau membenci suku Batak

Featured

[Featured][recentbylabel2]

Featured

[Informasi%20Lingkungan][recentbylabel2]
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done